Buku Tamu

Wednesday, March 28, 2012

Pepadhang

Kacariyos sok sintena kemawon, abdi utawi senopati ingkang “pengawak ayang-ayang” punika: mapan ing ngayun boten ngreridu dados pepalang, malah kepara nyenyuluhi sung pepadhang. Dumunung ing kanan kering tan ngregoni malah kepara anganthi bakuh kebak ing pangati-ati. Kaprenah ing wuri boten nyrimpeti, malah kepara mulat nyengkuyung anjampangi. Tansah asih anyandhing, awit sedaya punika saking sadremanipun tumitah kadi dene “ayang-ayang”. (Puthut Damarjati, 22 Februari 2010)

Macapat


Mijil

Langen-langen langening pambudi,
Laras sarta alon,
Yun tinata-tinata karsane,
Muhung pinandeng away ta katalip,
Yen ngantiya sisip,
Kadukan Hyang Agung.
(Puthut Damarjati, 23 Maret 2010)

Macapat


Gambuh Sekar Domas.

Sekar domas puniku,
Esthine kinarya hamemayu,
Kabudayan gung jawi dimen lestari,
Anyawiji kang satuhu,
Rineksa dening Hyang Manon.

Domas janma linangkung,
Olah rasa dwija siswa sagung,
Memetri warisaning leluhur nguni,
Adiluhung pindha kluwung,
Sinawang kanthi kedhaton.
(Puthut Damarjati, 17 Februari 2010)

Perbandingan Bahasa


Perbandingan Bahasa
1. Pengertian Ilmu Perbandingan Bahasa.
Bahasa adalah suatu alat pada manusia sebagai sarana mengungkapkan tanggapannya terhadap keadaan dan fenomena yang ada di sekelilingnya. Secara individu maupun kolektif. Dalam pernyataan tersebut, maka kita akan mencoba mengungkapkan bagaimana bangsa-bangsa pada masa lampau menyatakan tanggapannya terhadap fenomena atau keadaan di negara sekitarnya. Atau secara mudah adalah bagaimana orang atau masyarakat dahalu menilai orang atau masyarakat sekitarnya yang terdapat dalam bahasa yang mereka miliki.
Gorys Keraf mengungkapkan Perbandingan Bahasa adalah bagian dari Ilmu Bahasa yang menggeluti perubahan bahasa dan unsur-unsur pendukungnya dalam kurun waktu tertentu. Data yang dihasilkan merupakan pijakan awal untuk dianalisi lebih lanjut sehingga muncul kaidah-kaidah perubahan yang terjadi pada bahasa yang diperbandingkan dalam waktu tersebut.
Berdasarkan namanya, Ilmu Perbandingan Bahasa. Maka cabang linguistik ini mengumpulkan data, menganalisa dan menggeneralisasikan bahasa-bahasa masa lalu (mulai prasejarah) yang notabene belum ada bahasa yang terdokumentasi dalam ragam tulis. Namun untuk menggagapi bahasa masa itu tentunya dilalui lewat naskah-naskah dan catatan-catatan dewasa ini. Dari sana para ahli mampu menafsirkan replika bahasa masa prasejarah tersebut.
Hal ini juga berkaitan dengan keadaan geografis dialek atau medan bahasa tersebut. Anggapan bahwa semakin dekat geografis suatu daerah memungkinkan kedekatan hubungan suatu budaya dan bahasa masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan latar belakang sejarah, ekonomi, geografi, sosial yang terjadi di masyakat yang membuat bahasa di dunia ini semakin beranekaragam. Keanekaragaman bahasa ini akan menjadi sebuah kajian ahli bahasa dan muncul suatu kajian tentang ilmu perbandingan bahasa.
2. Tujuan Perbandingan Bahasa.
Dalam bukunya –Linguistik Bandingan Historis-, mengungkapkan bahwa tujuan dan kepentingan Perbandingan Bahasa diantaranya adalah:
a. Mempersoalkan bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
b. Mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini pada bahasa-bahasa terdahulu.
Berdasar tujuan Perbandingan Bahasa Gorys Keraf di atas, maka tujuan perbandingan dialek dalam makalah ini adalah:
a. Membandingkan bahasa-bahasa produksi dua dialek tersebut.
b. Menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam kosa kata yang ada dan berusaha menjelaskan menggunakan kaidah yang ada.
c. Menunjukkan persamaan di dalamnya.
3. Tentang dialek yang diperbandingkan.
Ilmu Bahasa yang mempelajari variasi-variasi bahasa yang terproduksi di masyarakat adalah Dialektologi (Keraf, 1996: 143). Namun dialektologi masih dapat dibedakan menjadi dua konsentrasi yaitu Geografi Dialek dan Sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari variasi-variasi bahasa menurut pola-pola kemasyarakatan. Namun dalam makalah ini konsentrasi kajiannya adalah geografi dialek, yaitu mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam wilayah bahasa.
Dialek Pemalang adalah dialek yang secara geografis digunakan oleh masyarakat Pemalang. Namun sebagai Kabupaten transit, Pemalang dibagi menjadi dua sub dialek yaitu Dialek Pemalang Wetan dan Dialek Pemalang Kulon. Tentang geografi dialek ini akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. Sama halya dengan Pemalang, Dialek Purwodadi yang letak geografisnya berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten sehingga memiliki wilayah sub dialek yang komplek dan rumit..


BAB II
HASIL PERBANDINGAN
1. Dialek Geografi Pemalang.
Pemalang merupakan salah satu wilayah di Jawa Tengah, tepatnya di kawasan pantai utara Pulau Jawa. Dengan batas wilayah:
sebelah barat : Tegal
sebelah timur : Pekalongan
sebelah selatan : Tegal
sebelah utara : Pantai Utara
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Pemalang sangatlah beragam karena terpengaruh oleh letak geografisnya. Secara umum Bahasa Pemalang yang sering terkenal dengan bahasanya yang ngapak-ngapak.
Pemalang terbagi menjadi beberapa bagian yang menyebabkan perbedaan dialek. Dialek pemalang wetan, yang wilayahnya meliputi daerah Petarukan Wetan, Comal, Ulujami sampai ke perbatasan Pekalaongan. Bahasa yang di gunakan dalam dialek Pemalang Wetan tersebut lebih halus di banding dengan dialek yang berada di pemalang bagian kulon atau barat.
Dialaek pemalang barat, yang wilayahnya meliputi kecamatan Pemalang, Randu Dongkal, Moga. Bahasa yang digunakan dalam wilayah ini cenderung masih kasar atau ngapak karena daereh tersebut terpengaruh dari bahasa Tegal-an.
Dialek dalam makalah ini adalah dialek desa Sewaka, Kecamatan Pemalang yang termasuk dalam wilayah dialek Pemalang Barat yang dipengaruhi dialek ngapak Tegal.
Contoh:
a. Aku = nyong (dialek Pemalang Barat) menunjukkan pengaruh dialek Tegal
Aku = aku (dialek Pemalang Timur) menunjukkan pengaruh dialek Pekalongan.
b. Sega = Sega (dialek Pemalang barat) menunjukkan pengaruh dialek Tegal.
Sega = segJ (dialek Pemalang Timur) menunjukkan pengaruh dialek Pekalongan.
c. Pusar = wudel (dialek Pemalang Barat) menunjukkan dialek Tegal
Pusar = udel (dialek Pemalang Timur) menunjukkan dialek Pekalongan.
2. Dialek Geografi Grobogan.
Grobogan, sebagai salah satu Kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Tengah memiliki batas-batas geografis berupa:
* Wilayah Barat : Kabupaten Demak dan Kota Semarang
* Wilayah Utara : Kabupaten Pati (Pengunungan Kapur Kendeng Utara) dan Kabupaten Kudus.
* Wilayah Selatan : Kabupaten Boyolali, Kabupaten Salatiga dan Kabupaten Sragen.
* Wilayah Timur : Kabupaten Blora (hutan jati).
Melihat letak geografisnya yang berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten sehingga sulit memetakan dan menyebutkan dialek manakah yang kuat mempengaruhi di Grobogan, karena dialek yang berbatasan dengan wilayah Kab.Grobogan tentunya akan mewarnai dialek di wilayah itu. Dan kenyataannya batas geografis Grobogan sangat banyak dan komplek.
Dalam makalah ini, dialek yang akan saya sampaikan adalah dialek Desa Ketro Kecamatan Karangrayung. Wilayah desa Ketro memiliki jarak tempuh 6 KM Utara Kab Boyolali dan 13 KM selatan Kab. Demak. Dari kemungkinan itu, maka dapat diasumsikan bahwa dialek yang dimakalahkan ini banyak dipengaruhi dilek Boyolali. Tidak rumit bahasa yang digunakan dalam dialek ini. Tidak ada ciri khusus dalam kosa katanya, hampir sama dengan dialek bakunya yaitu Solo. Hanya ada beberapa partikel penegas yang menyertai dalam kalimat, seperti re, nek.
Oleh karena itu dialek Grobogan sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan dialek Solo, namun pengaruh dengan dialek yang berbatasan sangatlah kuat.

Perbandingan Bahasa Jawa dialek Pemalang dan Grobogan


Perbandingan Bahasa
Pengertian Ilmu Perbandingan Bahasa.
Bahasa adalah suatu alat pada manusia sebagai sarana mengungkapkan tanggapannya terhadap keadaan dan fenomena yang ada di sekelilingnya. Secara individu maupun kolektif. Dalam pernyataan tersebut, maka kita akan mencoba mengungkapkan bagaimana bangsa-bangsa pada masa lampau menyatakan tanggapannya terhadap fenomena atau keadaan di negara sekitarnya. Atau secara mudah adalah bagaimana orang atau masyarakat dahalu menilai orang atau masyarakat sekitarnya yang terdapat dalam bahasa yang mereka miliki.
Gorys Keraf mengungkapkan Perbandingan Bahasa adalah bagian dari Ilmu Bahasa yang menggeluti perubahan bahasa dan unsur-unsur pendukungnya dalam kurun waktu tertentu. Data yang dihasilkan merupakan pijakan awal untuk dianalisi lebih lanjut sehingga muncul kaidah-kaidah perubahan yang terjadi pada bahasa yang diperbandingkan dalam waktu tersebut.
Berdasarkan namanya, Ilmu Perbandingan Bahasa. Maka cabang linguistik ini mengumpulkan data, menganalisa dan menggeneralisasikan bahasa-bahasa masa lalu (mulai prasejarah) yang notabene belum ada bahasa yang terdokumentasi dalam ragam tulis. Namun untuk menggagapi bahasa masa itu tentunya dilalui lewat naskah-naskah dan catatan-catatan dewasa ini. Dari sana para ahli mampu menafsirkan replika bahasa masa prasejarah tersebut.
Hal ini juga berkaitan dengan keadaan geografis dialek atau medan bahasa tersebut. Anggapan bahwa semakin dekat geografis suatu daerah memungkinkan kedekatan hubungan suatu budaya dan bahasa masyarakatnya. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan latar belakang sejarah, ekonomi, geografi, sosial yang terjadi di masyakat yang membuat bahasa di dunia ini semakin beranekaragam. Keanekaragaman bahasa ini akan menjadi sebuah kajian ahli bahasa dan muncul suatu kajian tentang ilmu perbandingan bahasa.

Tujuan Perbandingan Bahasa.
Dalam bukunya –Linguistik Bandingan Historis-, mengungkapkan bahwa tujuan dan kepentingan Perbandingan Bahasa diantaranya adalah:
a. Mempersoalkan bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya.
b. Mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini pada bahasa-bahasa terdahulu.
Berdasar tujuan Perbandingan Bahasa Gorys Keraf di atas, maka tujuan perbandingan dialek dalam makalah ini adalah:
a. Membandingkan bahasa-bahasa produksi dua dialek tersebut.
b. Menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam kosa kata yang ada dan berusaha menjelaskan menggunakan kaidah yang ada.
c. Menunjukkan persamaan di dalamnya.
Tentang dialek yang diperbandingkan.
Ilmu Bahasa yang mempelajari variasi-variasi bahasa yang terproduksi di masyarakat adalah Dialektologi (Keraf, 1996: 143). Namun dialektologi masih dapat dibedakan menjadi dua konsentrasi yaitu Geografi Dialek dan Sosiolinguistik. Sosiolinguistik mempelajari variasi-variasi bahasa menurut pola-pola kemasyarakatan. Namun dalam makalah ini konsentrasi kajiannya adalah geografi dialek, yaitu mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam wilayah bahasa.
Dialek Pemalang adalah dialek yang secara geografis digunakan oleh masyarakat Pemalang. Namun sebagai Kabupaten transit, Pemalang dibagi menjadi dua sub dialek yaitu Dialek Pemalang Wetan dan Dialek Pemalang Kulon. Tentang geografi dialek ini akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya. Sama halya dengan Pemalang, Dialek Purwodadi yang letak geografisnya berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten sehingga memiliki wilayah sub dialek yang komplek dan rumit..

Dialek Geografi Pemalang.
Pemalang merupakan salah satu wilayah di Jawa Tengah, tepatnya di kawasan pantai utara Pulau Jawa. Dengan batas wilayah:
sebelah barat : Tegal
sebelah timur : Pekalongan
sebelah selatan : Tegal
sebelah utara : Pantai Utara
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Pemalang sangatlah beragam karena terpengaruh oleh letak geografisnya. Secara umum Bahasa Pemalang yang sering terkenal dengan bahasanya yang ngapak-ngapak.
Pemalang terbagi menjadi beberapa bagian yang menyebabkan perbedaan dialek. Dialek pemalang wetan, yang wilayahnya meliputi daerah Petarukan Wetan, Comal, Ulujami sampai ke perbatasan Pekalaongan. Bahasa yang di gunakan dalam dialek Pemalang Wetan tersebut lebih halus di banding dengan dialek yang berada di pemalang bagian kulon atau barat.
Dialaek pemalang barat, yang wilayahnya meliputi kecamatan Pemalang, Randu Dongkal, Moga. Bahasa yang digunakan dalam wilayah ini cenderung masih kasar atau ngapak karena daereh tersebut terpengaruh dari bahasa Tegal-an.
Dialek dalam makalah ini adalah dialek desa Sewaka, Kecamatan Pemalang yang termasuk dalam wilayah dialek Pemalang Barat yang dipengaruhi dialek ngapak Tegal.
Contoh:
a. Aku = nyong (dialek Pemalang Barat) menunjukkan pengaruh dialek Tegal
Aku = aku (dialek Pemalang Timur) menunjukkan pengaruh dialek Pekalongan.
b. Sega = Sega (dialek Pemalang barat) menunjukkan pengaruh dialek Tegal.
Sega = segJ (dialek Pemalang Timur) menunjukkan pengaruh dialek Pekalongan.
c. Pusar = wudel (dialek Pemalang Barat) menunjukkan dialek Tegal
Pusar = udel (dialek Pemalang Timur) menunjukkan dialek Pekalongan.
Dialek Geografi Grobogan.
Grobogan, sebagai salah satu Kabupaten yang ada di wilayah Propinsi Jawa Tengah memiliki batas-batas geografis berupa:
* Wilayah Barat : Kabupaten Demak dan Kota Semarang
* Wilayah Utara : Kabupaten Pati (Pengunungan Kapur Kendeng Utara) dan Kabupaten Kudus.
* Wilayah Selatan : Kabupaten Boyolali, Kabupaten Salatiga dan Kabupaten Sragen.
* Wilayah Timur : Kabupaten Blora (hutan jati).
Melihat letak geografisnya yang berbatasan dengan beberapa wilayah kabupaten sehingga sulit memetakan dan menyebutkan dialek manakah yang kuat mempengaruhi di Grobogan, karena dialek yang berbatasan dengan wilayah Kab.Grobogan tentunya akan mewarnai dialek di wilayah itu. Dan kenyataannya batas geografis Grobogan sangat banyak dan komplek.
Dalam makalah ini, dialek yang akan saya sampaikan adalah dialek Desa Ketro Kecamatan Karangrayung. Wilayah desa Ketro memiliki jarak tempuh 6 KM Utara Kab Boyolali dan 13 KM selatan Kab. Demak. Dari kemungkinan itu, maka dapat diasumsikan bahwa dialek yang dimakalahkan ini banyak dipengaruhi dilek Boyolali. Tidak rumit bahasa yang digunakan dalam dialek ini. Tidak ada ciri khusus dalam kosa katanya, hampir sama dengan dialek bakunya yaitu Solo. Hanya ada beberapa partikel penegas yang menyertai dalam kalimat, seperti re, nek.
Oleh karena itu dialek Grobogan sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan dialek Solo, namun pengaruh dengan dialek yang berbatasan sangatlah kuat.

Naskah Kethoprak


Lakon SANG GAJAH MADA



Adegan I : Gambaran suasana perang, Gajah Mada melamun.
Suasana : Perang, tintrim
Iringan    :

Gajah Mada
:
Aku kudu bisa…kudu bisa…oh, Dewata Hyang Agung mugi….
Patih Harya Tadah
:
Mada…
Gajah Mada
:
Paman Patih Harya Tadah…mangga…mangga…paman katuran pinarak…
Patih Harya Tadah
:
Sajak kaget aku teka ing papanmu.
Gajah Mada
:
Wanci dalu paman rawuh, kamangka paman Tadah taksih gerah, lan boten wonten ingkang ndherekaken, menika ingkang damel kaget.
Patih Harya Tadah
:
Mada, larane ragaku ora sepiraha yen katimbang klawan lelakone Majapahit….ya bengi iki wektu kang prayoga kanggo ndandani Majapahit.
Gajah Mada
:
Paman…
Patih Harya Tadah
:
Mada, mangertia yen aku wis munjuk nawala undhur dhiri ing ngarsane gusti prabu putri, minta lengser saka kalungguhan mahapatih Majapahit…lan gusti prabu putri wus nyarujuki…
Gajah Mada
:
Paman badhe lengser?
Patih Harya Tadah
:
Bener, aku wus yuswa nengahi, ragaku wis ringkih, pamikirku wis ora trewaca, wus ora jumbuh lan kahanan Majapahit kang lagi mbutuhake narapraja kang tangguh kango kajayaane Majapahit….mula Mada, sawegaa….gumanti kalungguhane pun paman…
Gajah Mada
:
Kula?
Patih Harya Tadah
:
Ya…
Gajah Mada
:
Boten, paman. Menika sanes karampungan malah bakal saya damel benter swasana Majapahit.
Patih Harya Tadah
:
Genea?
Gajah Mada
:
Pundhak kula dereng kiyat mikul kalungguhan mahapatih ing Majaphit. Taksih kathah para wredha ingkang langkung pantes, ing antawisipun para nayaka saking Panca Ri Wilwatikta, Mahamenteri Hino Dyah Janardana, Mahamenteri Sirikan Dyah Mano…
Patih Harya Tadah
:
Saka pamawasku ora ana kang pantes kajaba kowe, Mada.
Gajah Mada
:
Dereng Paman.
Patih Harya Tadah
:
Mada, jujura marang kapribadenmu…kang dak ngerteni lan dak rasakake prajurit iku net, krenteg, lan karep kang kudu dadi sing pinunjul. Mada nalika kowe dadi prajurit, duwe pengangen-angen dadi lurahe tamtama. Lamun wus apangkat lurahe tamtama duwe angen-angen kang luwih dhuwur dadi senopati, mangkono sapiturute…mula saka pandhugaku lan yen ora selak marang batinmu..Gajah Mada mesti duwe pangangen-angen kepengin kalungguhan mahapatih Majapahit…
Gajah Mada
:
Dereng kathah labuh labet kula tumrapipun Majapahit, Paman Harya Tadah…
Patih Harya Tadah
:
Mada, jujura marang swaraning batinmu.
Gajah Mada
:
Kula…
Patih Harya Tadah
:
Mada…

Adegan II : Kraton Majapahit
Swasana : Agung, sereng.
Iringan     :

Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Paman Patih Harya Tadah, saklengseripun kakang Jayanegara, kula ingkang gumantos, nanging Majapahit boten saya tentrem, malah saya kathah rubeda ngreribeti…saya-saya paman Patih Harya Tadah minta lengser, menapa menika boten saya damel ringkihing Majapahit?
Patih Harya Tadah
:
Gusti Prabu Putri, kula sampun ringkih lan sepuh, sampun wancinipun Majapahit ndhudhah para mudha taruna manggala praja njejegaken saka guru, ngandelaken bebeteng murih saged tentrem nagari Majapahit tumuju ing kajayan.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Langkung prayogi mekaten, nanging paman, “pembrontakan” Sadeng lan Keta dereng sirep. Taksih mbetahaken kawigatosan supados enggal rampung, para mudha dereng wancinipun mikul jejibahan awrat.
Patih Harya Tadah
:
Gusti Prabu Putri, mila kula lengser awit kula sampun nggadhahi wawasan sinten ingkang gumantos, lan kula pitados piyambakipun saged damel tentreming Majapahit.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Sinten Paman?
Patih Harya Tadah
:
Gajah Mada…
Ra Banyak
:
Kepareng munjuk atur Gusti Prabu,
Gajah Mada menika tiyang ingkang boten cetha trahipun, kathah nayaka wredha ingkang pantes nglenggahi pangkat mahapatih. Menawi gajah Mada ingkang pinilih, temtunipun badhe kathah manggala praja ingkang boten ngglape dateng prentahipun Mada awit kuciwa manahipun lan rumaos dipunasoraken, jalaran dipunprentah lare wingi sonten ingkang dereng ical pupuk lempuyangipun.
Ra Kembar
:
Gusti Prabu….
Kejawi menika, kawicaksananipun gusti Patih Harya Tadah amung mikolehaken kamulyaning kaluwarga…
Gajah Mada sampun dangu caket lan gusti Patih Harya Tadah, sampun kekeset wonten sukunipun pramila boten mokal menawi gusti Harya Tadah njagokaken Gajah Mada.
Patih Harya Tadah
:
Kowe aja grusa-grusu kesusu ndakwa kang ora prayoga…
Kabeh wis tak petung nganggo dhasar kang waton.
Ra Banyak
:
Dhasaripun menapa?
Patih Harya Tadah
:
Kowe kelingan kraman Kuti? Sapa kang bisa nyirep? Sapa sing bisa nylametake Gusti Prabu Jayanegara, ing bedander?
Sapa? Hemmm…
Gajah Mada….ya mung Gajah Mada sing bisa nyirep kraman lan nylametake Gusti Prabu Jayanegara tanpa netesake getihing prajurit. Aku ngerti yen Gajah Mada kuwi isih cendhek drajate, ning aku percaya menawa Mada sawijining prajurit sing ora amung ngendelake okol lan atosing raga nanging prajurit kang kebak petung kang gumathok…
Ra Kembar
:
Gusti Patih Harya Tadah….
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Cukup….Majapahit ora mbutuhake bantahing nara praja kanggo mbenerake panemune dhewe-dhewe. Ingsun bisa nimbang bener lan luput. Lan ingsun wus mangerteni sapa kang duwe labuh marang praja.
Gajah Mada….
Gajah Mada
:
Wonten dhawuh Gusti Prabu Putri?
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Piye kasaguhanmu menawa sira gumanti paman patih Harya Tadah?
Gajah Mada
:
Gusti Prabu, kula …..
Sowanipun Adityawarman….
Adityawarman
:
Kula ingkang sowan….
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Yayi Adityawarman, kepriye anggonmu pinangka dutane Majapahit aneng Sadeng?
Adityawarman
:
Kepareng kula matur Gusti Prabu…
Sowan kula ing Sadeng boten dipuntampi kados satatanipun duta utusan ratu, malah kula namung dipundamel cecedaning para nayaka praja lan Adipati Sadeng.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Pranyata Sadeng wus gawe dak-dakaning perkara…
Adityawarman
:
Boten namung menika, malah Adipati, nayaka, lan kawula Sadeng sampun manunggal ing tekad lan netepaken Sadeng merdika.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Sadeng merdika?
Paman Tadah, pranyata Sadeng boten saget dipunrembug kanthi aris, kedah dipungecak sarana paperanga.
Patih Harya Tadah
:
Menawi kersa Gusti Prabu Putri mekaten, kula namung ndherek.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Gajah Mada, siyagakna prajurit bayangkara, kanthinen nglurug ana ing Sadeng, nanging sadurunge budha, sira bakal sun wisuda luwih dhisik pinangka dadi Patih Amangkubumi Majapahit.
Gajah Mada
:
Gusti Prabu, supena kemawon boten, kula ngepinginaken kalungguhan patih, wisudan saged kepanggih wingking. Keparenga kula badhe ngrampungaken rumiyin perkawis Sadeng, awit menika tanggel jawab kula pinangka pangarsa Bayangkara bebetenging Majapahit.
Ra Banyak
:
Gusti Prabu, boten ngemungaken Gajah Mada. Kula ugi gadhah tanggel jawab lan kula ugi saget ngetingalaken labuh labet kula tumrap Majapahit.
Ra Kembar
:
Semanten ugi kula Gusti Prabu…
Patih Harya Tadah
:
Banyak…Kembar…jangekepana tata kramamu kebaka ing unggah-ungguh.
Ra Banyak
:
Unggah-ungguh kepanggih wingking, kahanan Majapahit kedah dipuntengenaken…Gusti Prabu kula nyuwun pamit…
Ra Kembar lan Ra Banyak budhal ngrumiyini Gajah Mada.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Gajah Mada, Majapahit ora butuh wong kang tanpa petung. Dhawuh ingsun pinangka ratu Majapahit, ya mung Gajah Mada kang dadi dutaningsun nyirep prahara Sadeng.
Gajah Mada
:
Sendika dhawuh, kepareng nyuwun pamit, nyuwun tambahing pangestu…
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Pangestuku mbanyu mili…

Adegan III : Alon-alon Majapahit
Swasana  : Kenceng
Iringan      :

Gajah Mada
:
Para Bayangkara..piye..apa wis pada siyaga?
Prajurit Bayangkara
:
Menawi kabudhalaken boten badhe nguciwani. Namung nengga dhawuh Gusti Mada..
Gajah Mada
:
Bagus…Budhal…
Kasogatan Samenaka
:
Mada…
Gajah Mada
:
Oh, bapa guru Samenaka…sembh kula katur…
Kasogatan Samenaka
:
Ya, wis tak tampa…
Gajah Mada
:
Bhayangkara…
Prajurit Bayangkara
:
Dhawuh…. (prajurit bayangkara meninggalkan tempat, hanya ada G.Mada dan K.Samenaka)
Kasogatan Samenaka
:
Ngerit prajurit sabregada jangkep lan gaman, arep menyang ngendi?
Gajah Mada
:
Nglurug perang lumawan Sadeng.
Kasogatan Samenaka
:
Ngelmu sing mbok sinau…olah kanuragan…olah kaprajuritan lan kabatinan jebul amung kok nggo nindhes wong kang ringkih lan gawe rajapati…
Gajah Mada
:
Kula namung ngayahi wajib, Bapa….kula satunggaling prajurit boten saget suwala lan kedah nindhakaken dhawuhing ratu.
Kasogatan Samenaka
:
Prajurit kuwi dudu kewan…prajurit iku manungsa…manungsa kudu duwe rasa kamanungsan, bisa mbedakake bener lan luput, isa milah-milah sing adil lan ora adil, lan duwe rasa welas asih.
Gajah Mada
:
Kula saged ngraosaken Bapa…
Kasogatan Samenaka
:
Genea kok mbok lakoni?
Gajah Mada
:
Sampun boten wonten margi sanes.
Kasogatan Samenaka
:
Ana….
Gajah Mada
:
Boten wonten bapa….
Kasogatan Samenaka
:
Nalare?
Gajah Mada
:
Sampun boten saget dipunrampungaken kanthi cara aris, jalaran sadeng sampun nggadhahi tekad badhe uwal saking wewengkon Majapahit, tegesipun sadeng kepengin mardika, mandireng pribadi.
Kasogatan Samenaka
:
Yen nganti ana, kadipaten cilik kepengin mardika, kuwi mesthi ana sebabe…
Gajah Mada
:
Leres bapa,…nanging menika rak saged dipunrembag.
Yen pancen ingkang lepat menika para panguwaos ing Majapahit, inggih dipunrampungi kanthi hukum lan pranatan ing nagari. Menawi sampun kabukten nayaka praja ingkang lepat, inggih kedah puruh nglenggana menawi perlu kedah lengser…..menawi sadeng ngantos saestu merdika lan panguwaos Majapahit menika mendel kemawon temtu kadipaten-kadipaten sanesipun ingkang kalebet wewengkon Majapahit ugi nyuwun merdika. Menawi mekaten Majapahit bakal ringkih, kados dene sapu sada kecalan suh….
Gajah Mada boten badhe ningali kahanan ingkang mekaten..tanah Jawi kedah tetep wetah manunggal….malah kepara kula gadhah gegayuhan, boten ngemungaken tanah Jawi nanging saindhenging nuswantara kedah manunggal dados setunggal….kula Gajah Mada lumantar kawibawan Majapahit ingkang sagah dados suh-ipun….sepisan malih namung dados suh…Majapahit boten badhe nindhes, menapa malih badhe njajah…boten Bapa…
Kasogatan Samenaka
:
Oh..Gajah Mada….matur nuwun Dewata Hyang Agung… boten klentu anggen kula ngesokaken ngelmu dumateng gajah Mada….. gajah mada, gegayuhan kang luhur bisa kelakon menawa amung lelandhesan kanggo raharjaning para kawula lan katentremaning jagad…
Gajah Mada
:
Ngestokaken dhawuh…bapa
Kasogatan Samenaka
:
Tak pangestoni, muga-muga klakon apa sing dadi gegayuhanmu..

Adegan IV : Palagan
Swasana   : Perang
Iringan       :

Ra Banyak
:
Adipati Sadeng, angklungna janggamu kuncupna tanganmu dak sowanake Majapahit, mengko aku kang nanggung kaslametanmu lan nyuwunake pangapura ing ngarsane Gusti Prabu Putri Tribuwana.
Adipati Sadeng
:
Ora sudi manungkul…wis takdhadhaki merga Sadeng kudu merdika, ora sudi yen ta Sadeng dadi wilayah jajahan..
Ra Banyak
:
Yen pancen wis ora kena tak endhakake kang dadi kekarepanmu, bangga bakal dakladeni…
Kalajengaken perang…

Adegan V : Candi
Swasana  : tenang, sedih
Iringan      :

Puranti
:
Wis teka ta kakang?
Gajah Mada
:
Puranti
Puranti
:
Apa kakang?
Gajah Mada
:
Aku sengaja nemoni kowe ana kene
Puranti
:
Yen daksawang tekamu sajak nggawa polatan kang sumringah (mesem), sorot mripatmu nyunarake pralambang atimu kang lagi bungah, apa ya ngono kakang Mada?
Gajah Mada
:
Hm..hm.hm..bener kowe…aku lagi bungah, kabungahan kang sejatine mengku jejibahan kang luwih abot, Puranti.
Puranti
:
Apa ana sesambungane karo jejibahanmu anggone nyirep rerusuh kadipaten Sadeng? Hiya kakang?
Gajah Mada
:
Landep panggraitamu…Puranti. Pembrontakan Sadeng wis kelakon bias daksirep, iki kabungahan kang daktampa, luwih abote jalaran aku diusulake kelawan paman Harya Tadah supaya nglintir kalungguhane paman Harya Tadah.
Puranti
:
Yen ngono kakang Mada bakal antuk kanugrahan pangkat patih Majapahit?
Gajah Mada
:
Bener Puranti, besok sakbubare aku kawisudha aku bakal sowan ing ngarsane wong atuwamu bapak Demang Suryanata saperlu nglamar kowe…
Puranti
:
Ora..ora kakang…aku ora bisa…(nangis)
Gajah Mada
:
Sebabe? Apa sebabe Puranti?
Puranti
:
Panglamarmu marang aku wis kasep tekane.
Gajah Mada
:
Nalare piye?
Puranti
:
Mengko sore aku wis dilamar Den Mas Damar…kakang..
Gajah Mada
:
Putrane paman Ranggatanding ing Kahuripan hiya?
Puranti
:
Gandheng bapak iki andhahane paman patih Ranggatandhing. Bapak ora bisa matur liya, kejaba sendika…lan aku…lan aku ora wani mancahi dhawuhe bapak. Merga ing jaman iki ora lumrahe anak wadon wani nduwa karepe wong tuwa.
Gajah Mada
:
Hemmmm…yen ngono kowe nampa panglamare den mas damar, Puranti?
Puranti
:
Aku ora bisa matur liya … kakang?
Gajah Mada
:
Hoo…ah..yen ngono Puranti, sesambungan tresnamu lan aku kudu pancen ana pepalang…mengko yen pepalang iku diterak, ora mung kowe lan aku sing dadi korban….sing luwih abot tumrap aku Puranti….aku emoh nglepeti sumpah lan jiwane prajurit kang wus nyarira ing ragaku…kowe ngerti Puranti…
Puranti
:
Terus awake dhewe kudu piye kakang?
Gajah Mada
:
Becike…becike kowe lan aku pepisahan…lumaku miturut kodrate dhewe-dhewe…percayaa Puranti, yen pancen Hyang Widhi ngeparengake, kowe lan aku bakal bebojoan mbuh…mbuh apa jalarane…
Puranti
:
Ora…ora…ora kakang, ora bakal mulya uripku, yen aku ora sumandhing kowe…
Gajah Mada
:
Luwih ora mulya maneh yen kowe ngorbanake wong atuwamu, lan aku ngorbanake jejibahane prajurit…mula Puranti kowe lan aku kudu pepisahan …kanggo mujudake bektimu marang wong tuwamu…anak kudu bisa mikul dhuwur mendhem jero marang asmane wong tuwa…Puranti.

Adegan VI : Kraton Majapahit
Swasana   : Agung
Iringan       :

Arya Tadah
:
Gusti Prabu Putri Tribuana Tungga Dewi..sedaya para punggawa sampun ngadhep ing pasewakan dinten menika, lan Gajah Mada ugi sampun sowan. Gajah Mada saged nyirep reretuning Keta lan Sadeng.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Gajah Mada, nyata sira prajurit pinunjul. Ingsun ratu Majapahit nelakake neda panarima awit lelabuhanira bisa nyirep reretune praja Majapahit….
Arya Tadah
:
Gusti Prabu, gandheng praja Majapahit sampun tentrem, kula Arya Tadah mangsuli rembag bab anggen kula munjuk serat undur dhiri ing ngarsanipun gusti Prabu, awit sampun wancinipun Majapahit dipunpimpin para mudha.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Kabeh wis ingsung penggalih paman, mula ingsun pinangka ratu Majapahit sampun damel layang kekancingan. Sumangga kula aturi maos paman.
Arya Tadah
:
Terang dhawuh timbalan ingsun ratu Majapahit, minangkani panyuwune Patih Amangkubumi Arya Tadah, apa dene unjuk wawasane para paran paraning praja, ing dina respati jenar iki ingsun dhawuh:
Sepisan. Rehning wus cukup lelabuhane lan tetela wus lunges ing umur, Patih Amangkubumi Harya Tadah ingsun keparengake lengser.
Kapindo, awit gedhene lelabuhane mberat reretune praja, ingsun misuda Gajah Mada sun sengkakake ngaluhur pinangka Patih Amangkubumi Majapahit.
Dadi wruhanira kabeh dhawuh ingsun kudu diestokake.
Ratu Majapahit Tribuana Tungga Dewi

Gajah Mada mara age sawega nampa kanugrahan iki…
Gajah Mada
:
Ngestokaken dhawuh paman… gusti prabu kula ngaturaken gunging panuwun awit kenugrahan ingkang sampun kaparingaken. Keparenga kula matur…
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Ya, dak lilani
Gajah Mada
:
Gusti Prabu, kula nyuwun pangestu mugi-mugi kula mikul jejibahan luhur menika saged kawujud, awit kula anggadhahi pangangen-angen manunggalaken nuswantara ing ngandhapipun panji gula klapa Majapahit.
Ra Banyak + Kembar
:
Ha..ha..ha..ha..ha..
Ra Kembar
:
Oh…Gajah Mada…gajah mada aja kongas kowe. Kowe manungsa kang dilairake saka wong sudra, aja kok regeti kaluhurane Majapahit mung karo pangangen-angenmu sing ngya wara…kowe mung bakal nyeret kencana rukmine Majapahit jumegur ing juranging kasangsaran.
Gajah Mada
:
Ra Kembar lan Banyak…aku dudud prajurit kang amung pengin mikolehake diri pribadi lan mblendhugake wetenge dhewe…mula sejatine Majapahit ora mbutuhake demang lan rakyan kayak owe kang amung tenguk-tenguk nunut mukti ing majapahit tanpa duwe angen-angen kanggo kemajuane Majapahit…
Ra Kembar
:
Mada…kowe ngina marang aku?
Gajah Mada
:
Sakkarepmu…
Ra Banyak
:
Oh…Mada…Mada…endah-endah wong sudra lagi wae diwisuda dadi Patih Amangkubumi, wis wani kongas ngepengenake manunggalake nuswantara..sedheng aku wae kang duwe getihing ngaluhur wae ora wani gegedhen pangangen-angen…kuwi ateges cebol nggayuh lintang..Mada.
Arya Tadah
:
Ra Banyak apa dene Ra Kembar, kene dudu papane wong pasulayan. Iki aneng pasewakan agung ngadhep ngarsane Gusti Prabu Putri Tribuana Tungga Dewi, ning ngendi suba sitamu pinangka nayaka Majapahit. Kowe ora ngajeni pasewakan agung padha karo ngina Ratu Majapahit.
Ra Banyak
:
Arya Tadah kowe aja melu-melu, iki dudu perkaramu awit kowe wis dudu patih amangkubumi maneh, sing gedhe pangapuramu aku nungkak karma karo kowe.
Arya Tadah
:
Banyak..kembar…arep kokgawa ning ngendi praja Majapahit yen pakartimu kaya mangkono….majapahit bakal kuncara yen ta nayakane manunggal nyawiji saiyeg saeka praya.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Ra Banyak…Ra Kembar…sira wus wani ngadeg ing pasewakan padha karo sir angina marang ratu. Apa kowe kepengin dadi ratu Majapahit merga kowe saka trahing ngaluhur hiya! Yen pancen kaya ngono kekarepanmu ingsun lila waton iki kanggo kamulyaning kawula Majapahit, lan kanggo keraharjaning para nayakaning Majapahit.
Ra Kembar
:
Oh..gusti prabu nyuwun gunging samudra pangaksami, sedaya kala wau awit seriking manah kula mirengaken ature Gajah Mada.
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Kudune kowe malah nyengkuyung marang lekase Gajah Mada merga iku kanggo kuncarane praja Majapahit.
Paman Tadah, adicara wisuda saged dipun wiwiti..
Arya Tadah
:
(Nembang)
Gajah Mada
:
Gusti prabu, kangge mujudaken panganen-angen kula, kula badhe prasapa…
Ratu Tribuwana Tungga Dewi
:
Ya sun lilani, Mada
Gajah Mada
:
Sineksenan lintang cakra kang sumunar padhang..aku..aku Gajah Mada sinampiran jejibahan luhur kang tanpa pepindhan, dhawuh Gusti Prabu Putri Tribuana Tungga Dewi Jaya Wisnu Wardhani, padha karo pepanggiling wilayah nuswantara sakukuban, mulane, ana paseban agung lan sakngarepe para nayaka praja lan kawula Majapahit, aku prasapa…aku sumpah…
INGSUN DATAN HAMUKTI PALAPA, LAMUN HUWUS KALAH NUSWANTARA INGSUN AMUKTI PALAPA, LAMUN KALAH RING GURUN, RING SERAM, TANJUNGPURA, RING HARU, RING PAHANG, DOMPO, BALI, SUNDA, PALEMBANG, TUMASEK, SAMANA INGSUN AMUKTI PALAPA.








Terang dhawuh timbalan ingsun ratu Majapahit, minangkani panyuwune Patih Amangkubumi Arya Tadah, apa dene unjuk wawasane para paran paraning praja, ing dina respati jenar iki ingsun dhawuh:
Sepisan. Rehning wus cukup lelabuhane lan tetela wus lunges ing umur, Patih Amangkubumi Harya Tadah ingsun keparengake lengser.
Kapindo, awit gedhene lelabuhane mberat reretune praja, ingsun misuda Gajah Mada sun sengkakake ngaluhur pinangka Patih Amangkubumi Majapahit.
Dadi wruhanira kabeh dhawuh ingsun kudu diestokake.
Ratu Majapahit Tribuana Tungga Dewi