WASIS JOYOKUSUMO II
Hubungan
baik terjalin kembali setelah terdahulunya Pragola I mengadakan
pemberontakan terhadap Mataram. Perkawinan adalah sangat efektif
digunakan untuk menyatukan dua wilayah yang bertikai, Joyo Kusumo
menikah sama adik Sultan Agung. Kerukunan ini terjalin untuk memperluas
kekuasaan Mataram di tanah Jawa. Wasis Joyo Kusumo II mau melamar Putri
pengusaha kaya dari Jepara. Ia melamar dengan mengirimkan dua ekor
gajah ditambah dengan tiga sampai empat orang terkemuka yang membawa
emas,perak, bahkan pakaian yang berharga dan sirih. Akan tetapi
peminangan ini ditolak karena gadis tersebut telah dipinang oleh orang
lain. Sehingga dibawa pulang seperangkat lamaran kembali ke Pati. Joyo
Kusumo marah, ia mengirimkan beberapa prajurit untuk menyerang rumah
orang kaya tersebut. Hal ini didengar oleh Kiai Demang Laksamana
kemudian membantu orang kaya tersebut dengan membawa pasukan bersenjata
dan seseorang pembesar Jepara juga membantu membawa beberapa
prajurit.[1] Mereka bergabung mengantisipasi bahwa Pati akan menguasai
daerah-daerah lain sekitarnya. Kia Demang juga mengirim istrinya
menghadap ke Mataram guna melaporkan bahwa telah terjadi penyerbuan di
wilayah Jepara untuk memperebutkan seorang gadis cantik asal Jepara
selain itu juga akan menundukan wilayah Jepara. Laporan ini membuat
Raja Mataram hati-hati sehingga ia mengirimkan telik sandi ke Pati,
untuk mengetahui sepak terjang Adipati Joyo Kusumo, laporan yang
diterima sesuai dengan apa yang pernah dilaporkan istri Kyai Demang
bahwa Pati sedang menyusun kekuatan. Raja Mataram segera mengirimkan
pasukan ke Pati.[2] Pasukan ini sebenarnya akan dipersiapkan untuk
melawan Surbaya. konsentrasi Mataram sedang disibukan dengan penumpasan
Surabaya.. Tapi dialihkan menuju ke wilayah Pati guna mencegah
terjadinya pemberontakan di wilayah tersebut. Perang saudara ini bisa
dicegah dengan mengadakan perkawinan politik antara anak Sultan Agung
dengan anak Joyo Kusumo, dan ini sangat efektif untuk meredam
pemberontakan di Wilayah Pati. Pasukan Mataram kemudian dialihkan
kembali ke penyerangan Surabaya Disamping itu juga untuk mencegah
terjadinya pemberontakan wilayah, Pati salah satu kekuatan yang menjadi
perhitungan politik Sultan Agung, sehingga harus dipertahankan supaya
tetap mendukung Mataram. Adi pati Joyo Kusumo gagah berani tampil
sebagai pemimpin wilayah Pantai, mereka mengumpulkan Penguasa Utara di
Juana. Bahkan ketika pengirimin pasukan untuk menyerang Surabaya ia
menjadi panglimanya menggantikan Adipati Sujanapura yang gugur dalam
pertempuran. Adipati Joyo Kusumo juga ikut dalam menumpas Pemberontakan
Tuban. Ia bersama Lasem bahu membahu untuk menundukan kekuatan dan
strategi perang Tuban dengan besar-besaran,. sedangkan palimanya Adipati
Matralaya lebih senang menunggu musuh daripada menyerang dahuluan. Joyo
Kusumo juga pernah menjadi panglima yang gagah berani. Ia bahu
membahu dengan pasukan Tumenggung Alap-alap Setelah penyerangan
Surabaya selesai, penarikan pasukan kembali ke wilayahnya masing-masing.
Temenggung Endranata mulai kasak-kusuk di dalam Keraton Mataram, ia
menterjemahkan mimpi Sultan Agung, tentang kedatangan seorang berbaju
putih yang mengharuskan menyingkirkan empat orang terkemuka yang dapat
menjadi duri dalam daging di Mataram. Temenggung Endratara membisikan
siapa saja yang menjadi penghalang Sultan Agung. Adipati endranata
melemparkan isyu bahwa Pati akan mengadakan penyerangan terhadap
Mataram.. Pargola memperluas wilayahnya dengan mengangkat enam Bupati
MangunJaya, Kanduruwan,Raja Menggala, Toh Pati, Sawunggaling dan
Sindurejo. Mereka ia bersumpah sampai titik darah penghabisan Raja
Sultan Agung memanggil beberapa adipati menghadap ke Mataram, raja
menanyakan kenapa Adipati Pragola tidak menghadap. Temenggung Endranata
menerangkan bahwa Pati tengah menyusun kekuatan dengan penguasa-penguasa
pantai utara, kecuali Demak yang masih setia kepada Mataram, hal ini
membuat murka Sultan Agung. Raja mengatur pasukan sebelah kanan yang
dipimpin Adipati Matralaya membawai pasukan Mancanegara, pasukan ini
bermukim di Pekuwon Juwana. bagian timur sebelah kiri Pangeran Sumedang
yang memimpin bagian barat. Orang-orang Madura memimpin bagian tengah,
dibelakang itu rakyat dari Kedu, Bagelan dan Pemijen, pasukannya
mendirikan benteng pertahanan di kaki Gunung Kendeng, di daerah Cengkal
Sewu sebelah selatan Pati. Terakhir keluarga Raja yang memimpin
pasukan-pasukan Pamejagan mataram. Pengawal pribadi terdiri dari 2.000
prajurit semua kapendak yang ada diantara mereka harus mengikuti raja.
Pasukan mengepung melewati Pajang dan Taji sehingga banyak penduduk
berlarian menuju ke Kota Pati. Kadipaten Pati dikepung prajurit dari
segala penjuru, pasukan telik sandi Pati melaporkan bahwa ada gerakan
dari pasukan menuju Pati yang dipimpin langsung oleh Sultan Agung.
Adipati Pati mengumpulkan rakyatnya yang masih setia untuk berkumpul
menyelenggarakan pesta. Untuk pengikutnya yang setia sebab esok akan
mengadakan pertempuran habis-habisan. Pasukan Pati mengenakan pakaian
yang sama hitam-hitam, sedangkan rakyat berpakaian seadanya. Mereka
berkumpul menunggu Adipati Pragola yang sedang siap-siap, ia mandi,
mengenakan baju yang sangat bagus, melengkapi diri dengan pakaian-pakain
pusaka (Kere Wojo), dan jimat pusaka. Adipati Pati bersama pasukannya
menuju sector kanan, Serangan Pati ditujukan pada sayap kanan pasukan
Mataram yang berada dibawah pimpinan Matralaya, dalam pasukan itu juga
ada Adipati Endranata berada. Pihak Mataram mengalami kekalahan besar,
dihajar dengan pasukanPati dengan kekuatan penuh, sehingga pasukan
Mataram ditarik mundur sampai daerah perbatasan. Sisa-sisa Pasukan
Mataram kocar-kacir menyelamatkan diri, misalnya Raja Niti, Mangun Oneng
dan Kertajaya. Mataram lari ke Kunduruan, Pasukan Mataram meminta
pertimbangan dengan Eyang Kunduruan agar membantu pasukan Mataram, namun
Eyang tidak mau sehingga terjadi penyerbuan di kenduruan. Eyang
Kunduruan telah siap dengan pasukan penuh ditambah Pasukan dari Adipati
Pati. Mereka bahu-membahu memukul Pasukan Mataram, Pasukan Eyang
Kunduruan mengusir Pasukan Mataram sampai di luar desa. Melihat
kemenangan di tangan Adipati Pati Pragola, dalam pertempuran ini
Temenggung Endranata melarikan diri dan membelot ke Pasukan Pati. Juga
pusat dan sayap kiri pasukan Mataram menderita kerugian besar, Pasukan
Sawung Galing berhasil memporakporandakan pasukan inti Mataram, sehingga
hanya keluarga Raja dengan 2000 pengawal yang masih bertahan. Adipati
Pragola mengobrak-abrik strategi Kalajengking, dia menyerang Pasukan
tengah menuju ke arah Susuhunan. Pasukan Temenggung Singanaru dihajar
habis-habisan sehingga seluruh anak buahnya tewas, Temenggung Singanaru
berlari menyelamatkan diri, ia kehilangan seluruh anak buahnya, sehingga
menimbulkan keadaan darurat. Pasukan Adipati Pati terlena, setelah
memenangkan pertarungan, sehingga dia menarik pasukan Pati kembali ke
markasnya, pengejaran terhadap Pasukan Mataram hanya sampai di tapal
batas saja. Mereka tidak mengejar lagi karena menduga sisa Pasukan
Mataram kembali ke Yogyakarta. Raja Mataram memerintahkan mundur semua
pasukan, untuk menyusun kembali Pasukan Mataram yang tersisa. Banyak
Pasukan Mataram yang kocar-kacir kehilangan induk semangnya. Sultan
Mataram memerintahkan Pasukan Mataram yang ada di tiga sector, sayap
kanan, kiri dan tengah untuk tidak melakukan serangan, ditahan dulu
pasukannya menunggu komando berikutnya. Raja Mataram di dalam hutan,
mengumpulkan para pemimpin pasukan untuk mengkaji ulang strategi perang,
dan untuk menemukan stategi baru untuk menundukan Pati. kemudian
memukul gong pusaka Kiai Bicak, tetapi tidak berbunyi. Ia kehilangan
semangat dan berdoa kepada Allah, setelah itu gong berbunyi lagi dengan
suara nyaring, ini menggobarkan semangat para prajurit Mataram, yang
tadinya sudah mundur. Sekarang mereka maju lagi untuk bertempur. Sisa
Pasukan Mataram yang bertahan ditapal batas, dan pasukan yang masih di
hutan Jepara, Purwodadi, Kudus bergabung kembali dengan Pasukan Sultan
Mataram, setelah telik sandi menginstruksikan untuk segera merapat dan
bertemu dengan pasukan Sultan Mataram, sambil menunggu bantuan dari
Kerajaan Mataram yang akan menyerbu Surabaya, untuk dialihkan dahulu
membantu Pasukan Mataram yang mau menyerang Pati. Meskipun demikian,
Adipati Pragola masih yakin akan kemenangannya. Ia mengadakan pembunuhan
besar-besaran pada pihak Mataram. Raja Mataram segera mengirim pasukan
tambahan dan mengarahkan pengawal dan keluarganya, yang dipimpin oleh
Pangeran Purbaya dan keluarganya. Mereka merapat bergabung dengan sisa
pasukan Mataram dengan menggunakan strategi kombinasi, mengecoh
pertahanan Pati. Pasukan Mataram bergerak melawan Adipati Kunduruan di
daerah Selatan, Prawirataruna, Temenggung Toh Pati dan Tumenggung
Mangunjaya bertahan di arah timur, Tumenggung Sindurejo dan Raja
Menggala bertahan di sector Barat melawan gempuran Pasukan Tumenggung
Alap-alap. sedangkan Pasukan Tumenggung Sawunggaling kocar-kacir melawan
pasukan inti, ia tertangkap Pasukan Mataram dan di ekskusi ditempat.
Meskipun demikian, Adipati Pragola dengan semangat menyala-nyala maju ke
depan, tetapi Raja Mataram menyerahkan tombak Kiyai Baru kepada Lurah
Kapedak, Naya Derma. Tepat ketika raja sekali lagi memukul gongnya Naya
Derma menusuk Pragola sehingga mengakibatkan luka ringan sebelah kiri.
Pargola jatuh dari kudanya kemudian ia bangkit, dan memacu kudanya
keluar dari kepungan Pasukan Mataram. Dia berlari untuk merawat lukanya,
ditengah jalan kudanya berhenti dan ia meninggal dunia di Sendang Sani.
Mendengar Adipati Pragola wafat. Temenggung Endranata dan pasukannya
membelot, menganggap ini suatu alasan untuk kembali ke Pasukan Mataram.
Semua pasukan Pati dimusnahkan, juga mereka yang ditangkap hidup lebih
suka memilih mati. Raja memerintahkan agar jenazah Pragola ditegakan
dan jimat-jimatnya diambil. Melihat percikan darah pada Kiai Baru, raja
mengerti bahwa adiknya terbunuh dengan senjata itu. Sementera itu
Tumenggung Mangunjaya melarikan diri ke dalam istana dan menyampaikan
berita kekalahan kepada para wanita disana juga kepada empat menteri
jaga : Sura Prameya, Rangga Jaladra, Sura Antaka dan Pengalasan. Mereka
bertempur terus sampai mati dengan 200 prajurit yang masih ada. Ini
dilakukan dialun-alun, hanya Mangunjaya yang membawa berita kekalahan
kepada para wanita, mereka cepat berlari meninggalkan Kadipaten Pati
menuju ke Gunung Prawata. Melalui pintu belakang bersama putra mahkota
yang masih muda. Temenggung Alap-alap dengan beberapa pasukannya
mengobrak-abrik Pasukan Pati, mereka merampok istana dan menguras habis
istana bersama dengan pengikut-pengikutnya, kekayaannya dirampas dan
rumahnya dibakar diratakan dengan tanah. ia memerintahkan untuk membawa
para wanita ke Mataram.[3] Sultan Mataram bertemu dengan adiknya yang
juga istri Pragola, ia bertanya kenapa Pati harus memberontak terhadap
Mataram, janda Pragola menceritakan bahwa Sultan Mataram dan Pragola
Pati diadu domba oleh Adipati Endranata. Raja Mataram marah besar,
sehingga ia memerintahkan Martalulut dan Singanegara untuk membunuh
Adipati Endranata dan dipertontonkan ususnya di Pasar Gede.[4]
RORO MENDUT & PRANACITRO Pasukan Mataram berhasil
membumi hanguskan Kadipaten Pati. Tembok-tembok sebagai benteng runtuh
di hancurkan Mataram. Semua harta kekayaan Kadipaten Pati di rampas di
bawa pulang ke Mataram.[5] Termasuk boyongan gadis-gadis cantik dari
pesisir pantai utara jawa. Temenggung Wiroguno merupakan
salah satu temenggung yang ikut dalm penyerangan Kadipaten Pati, ia
memperoleh hadiah putri boyongan dari Pati, yakni Roro Mendut yang masih
belia dan jelita. Tetapi Roro Mendut tidak sudi diperistri Wiroguno
yang sudah renta itu. Roro Mendut adalah seorang gadis cantik sehingga
banyak pemuda-pemuda naksir kepadanya. Roro Mendut berpacaran dengan
pemuda Pati Bernama Bagus Kemuda. Ada juga seorang pemuda asal Madura
yang tinggal di Pati bernama Kuda Panoleh, yang mencoba mengganggunya.
Namun rasa cintanya kandas karena ia menjadi boyongan Temenggung
Wiroguno akibat Kadipaten Pati kalah perang. Temenggung Wiroguno
mencintai Roro Mendut, sehingga ia dibuatkan kaputren untuk ditinggali
dengan mbok Mbannya. Roro Mendut selalu bermuram durja karena harus
berpisah dengan kekasihnya yang harus mati ditangan orang-orang Mataram.
Kesedihannya makin memuncak tatkala ia harus dibawa oleh Temenggung
Wiraguno, orang Mataram yang telah merebut kebahagiaanya. Roro Mendut
tidak kuat menahan perasaannya, ia berencana untuk melarikan diri dari
Kadipaten, untuk lepas dari cengkraman Temunggung Wiroguno. Pada suatu
malam ia Berkemas-kemas mau minggat dari Kaputren. Roro Mendut menjadi
pelarian yang terus dikejar-kejar oleh Temunggung Wiroguno,
berpindah-pindah tempat menghindari pasukan Temenggung Wiroguno,
sehingga ia harus menyamar sebagai kawulo alit agar tidak dapat dihendus
oleh telik sandi temenggung Wiroguno. Ia memilih berjualan rokok di
pinggir jalan yang ternyata laris sekali. Meski harga puntung rokoknya
jauh lebih mahal dari pada rokok yang masih utuh, namun ternyata
peminatnya justru membludak. “Hai Roro Mendut mengapa
sampai demikian ?” Tanya seorang pembeli yang amat penasaran.
“mau tahu sebabnya?, tentu saja karena puntung rokok itu bekas kena
bibirku dan telah leceh dengan air ludahku yang manis dan harum!” jadi
tegasnya, semakin pendek puntung bekas hisapan bibir sensual si Mendut,
semakin nikmat citra rasanya. Puntung tersebut cukup lama dalam jepitan
bibir hangat berliur. Beberapa waktu kemudian, ia bertemu
dengan salah seorang pelanggannya yang masih muda, gagah, tampan dan
kaya. Pemuda tersebut Pranacitra, anak lelaki Janda Singobarong.
Kemudian keduanya saling mabuk kepayang, bahkan sampai ke puncak asmara
yang paling tinggi. Namun perselingkuhan mereka kepergok juga oleh Ki
Wiroguno. Mereka diburu serta tertangkap di pinggir Kali Opak (sungai
Opak) yang sedang banjir. Akhirnya Pranacitro tewas diujung keris Ki
Tumenggung Wiroguno. Rara Mendut ikut Bela-Pati dengan menubrukkan
badannya pada keris yang masih berlumuran darah dalam genggaman
Tumenggung Wiroguno..”
[1]Pasukan Joyo Kusumo mengirim 3000 prajurit untuk menyerang rumah orang kaya tersebut. Hal ini didengar oleh Kiai Demang Laksamana kemudian membantu orang kaya tersebut dengan membawa 400 orang bersenjata dan seseorang pembesar Jepara membawa 300 prajurit. [2] Pasukan Mataram terdiri dari 30.000 personil. [3] Tumenggung Alap-alap bersama 1.000 prajurit merampok keraton Pragola yang masih dipertahankan 200 orang dan merampas wanita-wanitanya. Para wanita priyayi harus diangkut dengan tandu. [4] Ada versi lain bahwa Adipati Alap-alap melakukan bumihangus di kadipaten pati, sehingga istri Pragola Pati, lari dikejar sampai ke barat Desa Puri, maka Desa itu dinamakan Matraman. [5] Cerita ini sebenarnya berawal dari Karya sastra seorang Pujangga Keraton Kartosuro, pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II (1727-1749), bernama R. Ngabehi Ronggo Janur, berjudul Serat Pranacitro.
[1]Pasukan Joyo Kusumo mengirim 3000 prajurit untuk menyerang rumah orang kaya tersebut. Hal ini didengar oleh Kiai Demang Laksamana kemudian membantu orang kaya tersebut dengan membawa 400 orang bersenjata dan seseorang pembesar Jepara membawa 300 prajurit. [2] Pasukan Mataram terdiri dari 30.000 personil. [3] Tumenggung Alap-alap bersama 1.000 prajurit merampok keraton Pragola yang masih dipertahankan 200 orang dan merampas wanita-wanitanya. Para wanita priyayi harus diangkut dengan tandu. [4] Ada versi lain bahwa Adipati Alap-alap melakukan bumihangus di kadipaten pati, sehingga istri Pragola Pati, lari dikejar sampai ke barat Desa Puri, maka Desa itu dinamakan Matraman. [5] Cerita ini sebenarnya berawal dari Karya sastra seorang Pujangga Keraton Kartosuro, pada masa pemerintahan Sunan Paku Buwono II (1727-1749), bernama R. Ngabehi Ronggo Janur, berjudul Serat Pranacitro.