Buku Tamu

Friday, December 30, 2011

Wayang dan nilai-nilai estetikannya

A.Wayang sebagai dasar filisofi manusia jawa

Perhatian orang-orang jawa terhadap keberadaan wayang, dianggapnya sebagai dasar filosofi manusia jawa. Dalam pertunjukan wayang kulit di jawa suatu tokoh wayang dalam lakon tertentu serung dipakai oleh orang jawa untuk memberikan pemahaman terhadap perjalanan hidu0p baik secara realitas ( kehidupan sehari-hari ) maupun dimasa mendatang juga, dalam pertunjukan sering kali diberikan dalam berbagai nasihat, pitutur, atau ajaran-ajaran penting tentang kehidupan/kebaikan yng semuanya itu untuk memberikan peringatan atau sering memberikan nasihat. dengan demikian, peranan wayang peranan wayang lebih sebagai dasar filosofi manusia jawa, disamping ajaran-ajaran yang disampaikan oleh para pujangga jawa.

Wayang merupakan unsur penting dalam kehidupan jawa, yaity sebagai compelling religius mythology, yang menyatukan masyarakat jawa ecara menyeluruh, secara horizontal meliputi seluruh daerah geografi jawa, dan secara vertikal meliputi semua golongan sosial masyarakat jawa. Wayang sebagai seni pertunjukan tradisional jawa seringdiartukan sebagai “bayanmgan “ atau hanya samar-samar yang bergerak sesuai lakon/pakem yang dilakukan seorang dalang ( orang yang menggerakkan wayang ). Bayangan yang dihasilkan wayang itu sering juga dipahami sebagai gambaran perwatakan/karakter manusia sekaligus sebagai gambaran kehidupan manusia.

Seni pertunjukan wayang memunculkan berbagai ragam/jenis wayang. Sri mangkunegara IV membagi wayang menjadi tiga jenis, yaitu:

a. wayang purwa, yaitu wayang yang menceritakan masa kedatangan prabu isaka sampai dengan wafatnya maharaja yudayana diastina.

b. Wayang madya, yaitu wayang yang menceritakan sejak wafatnya prabu yudayana sampai prabu jayalengkara naik tahta.

c. Wayang wasana, yaitu wayang yang mencerutakan sejak prabu jayalengkara sampai masunya agama islam.

Dari aspek seni rupa, gambar wayang kulit purwa bergaya ekspretif dekoratif tradisional, yang mengambil tokoh-tokoh pelaku bersumber pada mahabarata dan ramayana. Jumlah wayang kulit kurang lebih ada 300 buah, wayang wanitanya ( putren ) berjumlah 44 buah. Wayang terbagi menjadi enam golongan, yaitu :

a. wayang ekspresif dekoratif:

1. berdasarkan watak : baik, buruk, setengah baik.

2. berdasarkan kelas : golongan dewa, golongan ksatria, golongan raja.

3. goongan putran /pangerang , golongan putren, golongan punggawa, golongan raksasa, golongan kera.

b. wayang ekspretif dekoratif humoris karikaturis,yaitu wayang yang menggambarkan rasa humor/lucu.

1. humor karikaturis pengikut ksatria; semar, gareng petruk, bagong.

2. humoris karikuturis penikut raksasa: Togog, Sarawta

3. humoris karikaturis pengikut dewa: Pahtuk, Temboro

4. humoris karikaturis pendeta: Cantrik Janaloka

5. Humoris karikaturis wanita: Canggik, Limbuk

c. wayang yang menggambarkan kelompok pasukan, tumbuhan, binatang, bangunan, seperti perampokan/ampiyakan dan gunungan

d. wayang yang menggambarkan binatang dan kenmdaraan, seerti kuda, kereta kencana, gajah, naga, burung garuda, dan lain-lain

e. wayang yang menggambarkan senjata, seperti panah, keris, tumbak, gada, cakra, dan lain sebagainya.

f. wayang yang menggambarkan ruh halus berupa siluman, setan, seperti juru meja, jara meja, keblok, dan lain-lain.

B. Pengertian Nilai dalam Wayang

Nilai adalah sesuatu yang dimiliki atau kuaalitas sesuatu objek tertentu yang disebut baik. Nilai terdapat dalam aksiden absolut dan aksiden intrinsik. Aksiden absolut merupakan aksiden yang mendeterminir dalam dirinya sendiri dan bukan dalam hubungannya dalam yang lain. Ni;lai yang muncul dari aksiden absolut mengahasilkan dua pengertian nilai yaitu nilai intrinsik dan nilai ekstrinsik. Nilai intrinsi adalah adalah nilai substansial dalam bentuk tertentu, sedangkan nilai ekstrinsik adalah nilai yang menunjuk pada hubungan antara sesuatu dengan yang lain.

Sejalan apa yang dikemukakan di atas tentang nilai, keberadaan wayang kulit purwa syarat akan nilai-nilai untuk membangun perwatakan manusia agar menjadi manusia berkualitas versui budaya jawa (manusia utama). Berkaiatan dengan masalah nilai dalam wayang mengemukakan bahwa dalam wayang memuat 9 nilai yaitu:

1. wayang sebagai sumber pencarian nilai hidup

salah satu bentuk karya seni yang dapat dipakai sebagai sumber nilai-nilai adalah seni wayang kulit parwa karena di dalamnya memuat berbagai ajaran dan nilai etik yang bersumber dari berbagai ajaran dan nilai etik yang bersubmer dari berbagai agama serta sistem filsafat dan etika.

Ajaran-ajaran dan nilai-nilai etis itu telah memenuhi persjyaratan, yaitu secara objektif, kritis, di mana ajaran-ajaran dan nilai-nilai etuis itu dapat dipakai oleh umat mamnusia khususnya bangsa Indonesia dalam rangka melangsungkan hidupnya. Sebagai bukti atas keluhuran ajaran-ajaran dan nilai-nilai etis itu, karena sistem nilai telah lolos dari berbagai uji coba dari waktu ke waktu, dari dahulu hingga sekarang dan mungkin yang akan datang.

2. wayang sebagai sarana pendidikan watak

ajaran-ajaran dan nilai-nilai wajyang yang etis positif yang telah teruji akan kebenaran dan kurun waktu lama, sehingga dengan wayang dapat dijadikan sarana pendidikan watak. Hal ini sejalan dengan misi para wali sebagai penyebar angama islam di saat menciptakan wayang beserta lakon-lakonnya, yaitu memberikan nasihat-nasihat atau pitutur tentang kebaikan. Menurut tradisi orang jawa dalam mengerjakan nilai-nilai kehidupan kepada anak-anaknya mulai dengan bercerita atau mendongeng seperti dongeng tentang Kancil Mencari Ketimun. Ajaran-ajaran dan nilai-nilai etis positif dalam wayang sifatnya tidak dogmatis, tetapi lebih memberialkn alternatif atau menawarkan yang kemudian terserah kepada para penonton.

3. wayang syarat dengan nilai-nilai keluhuran

Nilai-nilai keluhuran itu diharapkan untuk ditiru karena mencerminkan kebaikan yang ersebut terkandung di dalam wayang itu sendiri. Gambaran para tokohnya menunjukkan nilai-nilai etis antara lain:

a. nilai kesemprnaan sejati.

Kedudukan nilai kesempurnaan sejati dalam wamyang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua kstaria yang baik dalam wayang selal berusaha mencapai kesempurnaan hidup sebgai dilambangkan oleh lambang wayang gunungan atau kayon.

b. nilai kesatuan sejati

dalam nilai ini, kesatuan sejati memiliki kedudu kan sangat penting dala sistem etika wayang yaitu sebagai tolok ukur hterbentuknya Indonesia memnyatu/maunggal, manusia terpadu, manusia rukun, manusia pemersatu, dan sebagai tolok kukur usaha manusia untuk hidup di mana ia menentukan bahwa usaha yang luhur adalah dilandasi dan dituntun oleh nilai kesatuan.

c. Nilai kerbenaran sejati.

Kududukan nilai kebenaran sejati yang tinggi dalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baikdalam wayng selalu berusaha menjadi”manusia kebenaran” yang dilambangkan oleh tindakan mereka untuk melenyapkan ketidakbenaran. Menurut wayang yang benar adalah hidup sesuai dengan kodrat dan kewajibannya masing-masing. Bagi ksatria yang benar adalah “ memayu hayuning bawana”( mensejahterakan dunia ).

d. nilai kesucian sejati.

“kesucian sejati” yang tinggi dalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik selalu berusaha membentuk dirinyamenjadi manusia suci dan menciptakan kehidupan yang suci.

e. nilai keadilan sejati.

Menurut wayang, yang maha adil adalah Tuhan. Sangat sulit nmenjadi manusia adil karena pada dasarnya manusia selalu dikuasai oleh nafsu-nafsu rendah dan kelemahan pribadinya.

f. nilai keagungan sejati.

Kedudkan nilai keagungan yang tinggi dalam dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik selalu berusaha untuk membentuk dirinya menjadi manusia agung.

g. nilai kemercusuaran sejati.

“kemercusuaran sejati yang tinggimdalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik selalu berusaha untuk menjadi “manusia mercusuar”.

h. nilai keabadian sejati.

Nilai ini dalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik selalu mengajarkan dan berusaha membentuk dirinya menjadi manusia langgeng.

i. nilai keteraturan mikrokromos sejati.

Nilai tinggi dalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik dalam wayang selalu berusaha untuk menjadi manusia ( patuh ) hukum dan tatanan.

j. nilai kasih sayang sejati.

Nilai kasih sayang sejati dalam wayang dibuktikan oleh kenyataan bahwa semua ksatria yang baik selalu berusaha membentuk dirinya menjadi manusia humanis yaitu manusia yang memikliki “welas-asih” terhadap dirinya sendiri, terhadap sesama, dan terhadap tuhan.

4.wayang sebagai penggambaran alam pikiran orang jawa.

Orang jawa yang berpedoman kepada wayang memiliki gambaran jalan dualistik, yaitu melihat kenyataan dalam dua kutub yang bertentangan dan berhadap-hadapan dalam suatu kenyataan antara realitas dan bayangan. Wayang juga menggambarkan dua dimensi realitas, yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Artinya, dimensi lahir menunjuk pada realitas kasar dan dimensi batin menunjuk pada realitas halus walaupun keduanya bertentangan, namun keduanya saling diperlakukan keberadaannya.

No comments:

Post a Comment